Di era 1950-an, Kalibiru adalah hutan lindung yang sangat terpelihara dan masih merupakan hutan yang padat akan potensi alam. Seperti kisah yang kerap dijumpai di muka bumi ini, belantara yang layaknya emas permata harus luluh lantak dilibas keserakahan manusianya sendiri. Sampai pada tahun 1997, Kalibiru menjadi hutan yang tandus dan gersang.
Dilatarbelakangi oleh keadaan tersebut, warga sekitar yang tersadar akan pentingnya keberadaan hutan sebagai potensi sumber daya dan perekonomian kemudian berinisiatif mengelola Kalibiru untuk membuat hutan itu kembali hijau dan sejuk. Hutan wisata Kalibiru ini berada di perbukitan Menoreh, tepatnya di Desa Hagrowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo.
Jika ditempuh dari Wates, ibukota Kulonprogo, Kalibiru berjarak 10 km. Sedang dari Kota Yogyakarta, Kalibiru berjarak 40 km dan dapat ditempuh dalam waktu 60-90 menit perjalanan. Melalui Komunitas Lingkar, masyarakat sekitar mengubah Kalibiru yang tandus dan gersang menjadi hijau dan sejuk.
Setelah lima tahun dikelola oleh masyarakat, jumlah dan pertumbuhan tanaman di Kalibiru meningkat pesat. Ditemukan juga beberapa mata air. Memiliki ketinggian 450 meter diatas permukaan laut. Selain menawarkan lanskap perbuktan Menoreh yang hijau dan luas, dari gardu pandang pengunjung juga bisa melihat Waduk Sermo, waduk terluas di Yogyakarta yang saat ini juga menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Kulonprogo.
Karena berada di perbukitan yang cukup tinggi, Kalibiru memiliki udara yang sejuk, segar tanpa polusi. Terhitung sejak 14 Februari 2008 hutan ini secara resmi dikelola masyarakat selama 35 tahun dengan adanya Izin Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan. Kini Kalibiru telah drastis menjadi hutan wisata yang indah.
Selain bentang alamnya yang indah oleh paduan hutan yang hijau dan perbukitan, sosial budaya masyarakat sekitar Kalibiru juga menjadi daya tarik. Selain di kenal ramah dan santun, masyarakat Kalibiru juga mempertahankan beraneka ragam seni budaya tradisional, sehingga mampu menghadirkan eksotisme yang khas bagi pengunjung.
Berbagai bangunan yang disediakan sebagai fasilitas pengunjung di Kalibiru antara lain pondok wisata, gardu pandang, joglo, perpustakaan, area outbond, jalur tracking, flying fox sampai yang paling terkenal adalah spot-spot foto yang tak lazim diketinggian pepohonan.
Seperti objek wisata alam lainnya, Desa Wisata Kalibiru juga sudah harus mulai berbenah untuk mengantisipasi jumlah pengunjung yang mulai menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang tercatat pada tahun 2017 lalu, jumlah pengunjung jauh berkurang ketimbang tahun sebelumnya.
“Pengunjung memang menurun, tetapi setiap harinya masih ada pengunjung yang datang ke sini. Lebih banyak wisman,” ujar Sudadi salah seorang pengelola obyek wisata alam Kalibiru ini.
Ia menjelaskan, berkurangnya pengunjung terlihat dari data yang dikumpulkan oleh pihak pengelola. Hingga menjelang akhir tahun 2017 ada sekitar 245.376 wisatawan. Padahal di tahun 2016 ada sekitar 443.070 wisatawan yang datang. Tahun 2015 tercatat sekitar 309.541 wisatawan.
Adanya penurunan jumlah wisatawan, pihak pengelola berusaha melakukan beberapa perubahan dan menambah spot-spot foto agar tidak memunculkan antrean panjang. Selain itu juga menambah spot baru seperti spot ayunan dan spot sepeda. Mereka juga akan membuat perubahan-perubahan setiap tahun, agar pengunjung tidak jenuh, dengan tetap menjaga fungsi hutan.
Sementara fasilitas yang disediakan menginap atau homestay untuk kenyaman pengunjung kini tak hanya di dalam area Kalibiru, tapi juga ada 10 homestay yang berada di luar. Masyarakat telah menyediakan homestay untuk pengunjung yang ingin menginap dekat dengan Kalibiru. Untuk homestay yang berada di luar area Kalibiru, harganya berkisar Rp 120 ribu per kamar maksimal untuk tiga orang.
Sementara, homestay yang berada di area Kalibiru harganya berkisar Rp 300 ribu per malam untuk enam orang, namun jika lebih dari enam orang maka dikenakan biaya seharga tiket masuk area wisata Kalibiru./ JOURNEY OF INDONESIA