Saat ini, Parbulk II AS tengah mengajukan gugatan terhadap PT Humpuss Intermoda Transportasi, Tbk (HITS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas wanprestasinya terhadap Surat Pernyataan Penanggungan dengan menjadikan Putusan Pengadilan Tinggi Inggris.
Adapun proses Arbitrase terhadap Heritage pada 6 Agustus 2009, Parbulk telah mengajukan permohonan arbitrase terhadap Heritage sesuai dengan peraturan arbitrase LMAA yang berlaku. Pada 23 Desember 2010, Majelis Arbitrase Ad Hoc LMAA menjatuhkan Putusan Arbitrase Pertama dan memutuskan bahwa Heritage harus membayar kepada Parbulk II AS sejumlah USD27.031.759,04.
Parbulk juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Inggris, sesuai Surat Pernyataan Penanggungan yang menyatakan Pengadilan Tinggi Inggris sebagai forum penyelesaian sengketa yang non-eksklusif terhadap Perjanjian Sewa Kapal. Dan Pengadilan Tinggi Inggris memenangkan Parbulk II AS berdasar putusan No.58/2010, yang memerintahkan HITS untuk membayar USD28.013.750,51 ditambah bunga kepada Parbulk.
Sejak kedua putusan yang telah memenangkan Parbulk tersebut, Parbulk II AS belum pernah menerima pembayaran apa pun dari HITS atau Heritage. Sehingga Parbulk mengajukan gugatan terhadap HITS ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, karena HITS merupakan suatu perusahaan terbuka asal Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta Selatan. Dalam petitum gugatannya, Parbulk memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengabulkan seluruh gugatannya dan mengabulkan sita jaminan yang diajukan oleh Parbulk guna mencegah tidak dapat dilaksanakannya putusan tersebut di kemudian hari.
Terkait hal tersebut, Direktur Parbulk II AS, Christian Due memberikan pernyataan bahwa Indonesia perlu menjaga kepercayaan dunia internasional dengan memastikan agar semua pengadilannya mendukung kemudahan berbisnis (ease of doing business) di Indonesia dan penegakan kontrak internasional yang putusannya sudah dijatuhkan Majelis Arbitrase Internasional. Eksekutif perusahaan pelayaran terkemuka asal Norwegia ini mengatakan bahwa Indonesia perlu mendukung penegakan supremasi hukum dan memastikan agar kontrak bisnis internasional dihormati, baik secara prinsip maupun praktik.
“HITS dan anak perusahaannya sama sekali tidak menghormati putusan arbitrase dan putusan pengadilan di Inggris yang menyatakan mereka bersalah. Terdapat dugaan kuat bahwa HITS dan anak perusahaannya memanfaatkan keuntungan sebagai tuan rumah dalam perkara ini. Kecuali putusan arbitrase dan putusan pengadilan Inggris tersebut diakui dan ditegakkan di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tentunya, hal tersebut berisiko merusak kepercayaan dan keyakinan dunia internasional terhadap Indonesia serta mencegah entitas bisnis asing untuk mengadakan kontrak bisnis internasional dengan mitra usahanya yang berbasis di Indonesia”, tegas Due.
Sengketa hukum Parbulk II AS timbul dari sebuah Surat Pernyataan Penanggungan yang telah ditandatangani oleh HITS untuk kepentingan Parbulk atas kewajiban anak perusahaannya, Heritage Maritime Ltd. S.A (Heritage), berdasarkan perjanjian sewa kapal Mahakam.
Ketika Heritage gagal membayar kewajiban pembayarannya berdasarkan perjanjian sewa kapal tersebut dan melakukan wanprestasi lainnya seperti gagal mempertahankan asuransi yang memadai untuk Mahakam, mengganti manajer Mahakam tanpa persetujuan Parbulk dan gagal mengembalikan kapal Mahakam ke kondisi yang baik seperti sediakala dalam kurun waktu yang wajar.
Sebagai pemilik kapal perusahaan ini menuntut ganti rugi kepada Heritage dan juga HITS sebagai penjaminnya. Parbulk memulai tuntutan hukum terhadap Heritage dan HITS, sesuai dengan forum penyelesaian sengketa yang telah disepakati berdasarkan setiap kontrak.
“Kami memohon dengan hormat kepada Pengadilan untuk mengabulkan hak-hak kami. Perkara ini sepatutnya diselesaikan sesuai dengan keadilan, atau hal ini akan menjadi preseden buruk bagi investor asing yang berbisnis dengan perusahaan Indonesia. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia serta peringkat Indonesia dalam hal penegakan kontrak bisnis internasional di Indonesia.” sebut Due kembali.
Pengamat hukum yang juga pengajar Hukum Perdata, Dr. Asep Iwan Iriawan, SH., MH. mengatakan putusan Arbitrase dan putusan Pengadilan Tinggi Inggris adalah akta otentik, oleh itu kekuatannya sempuma, formal, material, dan mengikat.
Dirinya menyebutkan secara lugas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan harus memutuskan berdasarkan fakta otentik yang ada, dan mengabulkan tuntutan Parbulk. “Jangan sampai putusan yang salah dari pengadilan akan mengakibatkan terganggunya kepercayaan luar negeri terhadap masa depan investasi di Indonesia”, terangnya.
Sebagai catatan, Parbulk adalah sebuah perusahaan yang didirikan berdasarkan dan tunduk pada hukum negara Kerajaan Norwegia. Parbulk didirikan oleh tiga perusahaan terkemuka di Norwegia, yaitu WilhelImsen Holdings (www.wilhelmsen.com), Grup Blystad (https://blystad.no) dan Pareto Invesment Bank (www.pareto.no/en/pareto).
Parbulk bergerak dalam kegiatan usaha pengoperasian kapal dan merupakan pemilik dari kapal MV Mahakam (sebelumnya Formentera). Dan Surat Pernyataan Penanggungan telah ditandatangani oleh HITS sebagai suatu prasyarat dari penyewaan Mahakam. Surat Pernyataan Penanggungan tersebut dilegalisasi oleh notaris Indonesia. Surat Pernyataan Penanggungan tersebut diatur oleh dan ditafsirkan menurut hukum Inggris./ JOURNEY OF INDONESIA