Walau dinamika ekonomi global masih terus bergejolak, namun daya topang ekonomi Indonesia disebut-sebut masih aman, dan pada akhir tahun diprediksi mengalami pertumbuhan. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bahkan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 akan sesuai dan bisa melebihi target pemerintah pada level 5,2%. Lalu bagaimana pendapat analis ekonomi merespons situasi ekonomi ini?
Terkait akan hal ini, Doku Talk yang merupakan platform diskusi literasi keuangan dan pasar modal di Indonesia mencoba aktif membicarakan tema-tema diskusi keuangan terkini di Indonesia. Fokus Doku Talk ialah memberikan publik informasi akurat dan valid mengenai literasi keuangan. Untuk kali ini Doku Talk mengangkat tema “Menakar Efek Awan Gelap Ekonomi Global di Indonesia”, yang ditayangkan melalui channel YouTube Doku Talk, Senin 3 Oktober 2022 lalu.
Seperti yang disebutkan oleh Deputy Director INDEF Eko Listiyanto, bahwa tantangan ekonomi sudah mulai terasa dari beberapa bulan sebelumnya. Terutama dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan perubahan nilai tukar rupiah. “Kalau nilai tukar sudah melemah, artinya ada problem dalam optimisme. Namun, harapan untuk mencapai pertumbuhan di akhir tahun 5% masih ada. Artinya kemungkinan akan tumbuh 5%,” ungkapnya dalam serial diskusi bulanan literasi investasi dan perencanaan keuangan, serta pasar modal di Indonesia, Doku Talk.
Sementara tentang pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini, menurut analisis Eko, disebut dalam batas wajar dibandingkan dengan pelemahan nilai tukar mata uang di berbagai negara lainnya. “Tidak ada yang bisa menghindari dampak dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang agresif, ya respon di Indonesia terutama menaikkan suku bunga acuan, terus juga menjaga agar tidak kehabisan energi (BBM).”
Eko juga menyampaikan, berdasarkan kekuatan penopang ekonomi dalam negeri itu, economy outlook 2023 di Indonesia hanya terjadi perlambatan, tidak sampai kepada resesi ekonomi. “Implikasinya tentu permintaan komoditas menurun, dan harganya juga akan menurun, dampaknya ke penerimaan negara yang mengalami penurunan. Pemerintah harus menjaga dan mencari support untuk harga komoditas yang mungkin tidak setinggi saat ini di tahun depan. Ini yang harus dipikirkan oleh pemerintah untuk menjaga APBN dalam pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Meski begitu, menurut Eko, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan kuat menahan gejolak ekonomi yang akan terjadi di masa depan. Negara-negara lain mungkin mengalami resesi, namun di Indonesia, hal itu tidak akan sampai terjadi karena adanya daya tahan dan penopang ekonomi dari berbagai aspek yang sudah dan akan dilakukan. “Dugaan saya tidak akan sampai terjadi resesi di tahun depan, tapi memang ada penurunan ekonomi. Ekonomi masih bergerak, tapi tidak seperti tahun ini,” imbuhnya.
Menanggapi dinamika isu ekonomi global dan penguatan pertumbuhan nasional, Director Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengatakan bahwa ekonomi Indonesia masih dalam keadaan yang tangguh. “Saya rasa sampai dengan 2022 masih cukup oke. Walaupun kita tidak bisa melihat semua indikatornya bagus dalam bentuk ideal. Tapi secara prakteknya, bagus beneran. Contohnya yield obligasi, lalu nilai tukar rupiah, bahkan untuk pasar saham, kita masih menjadi salah satu di dunia yang masih positif dalam year to date-nya,” tuturnya.
Eri menyebut kondisi yang terjadi saat ini justru harus disikapi dengan bijak bagi para investor dalam melakukan tindakan. “Kita harus disiplin sesuai dengan profil risiko kita. Memang mungkin kalau suku bunga naik, obligasi bisa saja kurang menarik. Tapi bagi investor yang konservatif, ya tidak harus pindah ke pasar saham juga. It’s creating another problem. Kita harus disiplin dari profil risiko, perencanaan keuangan, jangka waktu, dan kebutuhan kelas aset yang mana.” ujar Eri.
Untuk investor pasar saham, kata Eri, para investor itu harus disiplin dalam melakukan averaging. “Bukan lihat tanggal atau bulan, namun dapat melihat posisi. Kalau misalkan dari posisi terakhir dibandingkan dengan sekarang selisihnya sudah lumayan, kita melakukan averaging. Karena terlepas dari fundamental ekonominya yang kuat, kalau kita bicara pasar saham tidak dapat dihindari berita dan sentimen jangka pendek. Jadi harus jeli melakukan averaging,” analisisnya.
Sementara itu, Praktisi Perencanaan Keuangan dan Investasi Benny Sufami mengemukakan pendapatnya bahwa kondisi ekonomi yang saat ini terjadi justru dapat memberikan peluang bagi para investor dalam mengembangkan perencanaan keuangannya. Menurutnya, banyak aspek-aspek investasi yang masih bisa dijajaki di dalam situasi seperti ini. “Kita mesti optimistis dengan berbagai situasi. Kondisi ini harus dapat kita manfaatkan dengan mengatur pola perencanaan keuangan yang sehat. Kita harus efektif dan efisien dalam mengatur keuangan kita,” ujarnya.
Benny menjelaskan secara sederhana praktek keuangan yang teratur. Misalnya, bagi mereka yang dalam sebulan mendapatkan penghasilan, mulai melakukan perencanaan anggaran yang baik, teratur, dan disiplin. “Buat anggaran bulanan, kalau bisa tambah pemasukan dan kontrol pengeluaran. Kemudian, sisihkan penghasilan untuk ditabung. Buat laporan keuangan mingguan, jika perlu harian. Dan jangan lupa, melakukan investasi untuk masa depan dengan portofolio yang sesuai,” ungkapnya./ JOURNEY OF INDONESIA