Desa Wisata Aeng Tong-tong yang berada di Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Madura cukup dikenal sebagai rumahnya keris dunia. Betapa tidak? Desa yang pada tahun 2014 silam ini telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai satu-satunya desa wisata dengan empu keris terbanyak di dunia.
Potensi ini tidak lepas dari jejak sejarah yang membekas pada produk kriya tersebut. Pasalnya keris telah hadir sejak abad ke-19 dan menjadi senjata pamungkas para prajurit kala itu. Hingga kini keris masih terus dilestarikan oleh masyarakat Desa Aeng Tong-tong.
Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, desa Aeng Tong-tong menjadi desa pertama yang dikunjungi Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, pada Selasa (24/5/2022) sebagai giat visitasi ke 50 desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Hal itu dilakukan sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi melalui pengembangan desa, agar tercipta lapangan kerja dan mendorong kebangkitan ekonomi.
Menparekraf juga dibuat terkagum kagum dengan potensi daerah ini, dan berencana menjadikan keris sebagai suvenir delegasi yang hadir pada salah satu side event KTT G20. Namun dikarenakan keterbatasan waktu pembuatan, maka suvenir keris ini hanya dibuat sebanyak 20 buah untuk masing-masing negara.
“Keris ini akan menjadi suvenir yang akan ditampilkan, salah satunya untuk perhelatan G20. Ini merupakan penghargaan kami kepada negerinya para empu,” ujarnya.
Pembuatan keris memang memakan waktu yang cukup lama, antara satu hingga enam bulan untuk satu keris. Hal ini pun tergantung dari ukuran dan motif yang dibentuk. Untuk panjang keris di Pulau Madura sendiri normalnya antara 37 – 38 cm.
Prosesnya sendiri mulai dari pemilihan besi, lalu penempaan, pembentukan bilah, kinatah (ukir besi jika keris ukir), warangka (pembuatan sarung keris yang terbuat dari kayu), terakhir mewarangi atau campuran cairan arsenikum dengan air jeruk nipis yang dioleskan atau dicelupkan ke keris.
Pembuatan keris ini menandakan dinamika kehidupan masyarakat. Bahwa kita mulai dari ditempa, diukir, dibengkok-bengkokkan, akhirnya menjadi produk yang membanggakan bagi bangsa. Menurut keterangan salah satu pengrajin keris, Mas Hafeni, dikarenakan proses pembuatan yang cukup lama, maka dalam sebulan sekitar 5 – 7 keris yang terjual.
“Produk keris kami ini juga sudah kami ekspor ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan Taiwan. Karena hanya orang-orang tertentu saja yang tertarik dan paham akan produk keris ini,” katanya.
Desa Wisata Aeng Tong-tong memiliki galeri khusus keris yang menjadi ruang untuk menampilkan produk-produk keris. Di sana juga ditampilakn keris dari para leluhur yang telah berusia 300 tahun. Tidak hanya itu saja, galeri ini juga diperuntukkan sebagai tempat berkumpulnya para empu, kolektor, hingga pemerhati keris.
Yang menarik dari Desa Wisata Aeng Tong-tong terdapat ritual pencucian keris dan ziarah kubur kepada leluhur empu yang disebut dengan Penjamasan Keris. Acara tersebut juga dimeriahkan dengan pesta rakyat yang menampilkan kesenian tradisional seperti saronen dan macopat.
Sebagai inisiasi Menparekraf dalam mendorong keris agar lebih dikenal oleh masyarakat secara luas, khususnya generasi milenial, Menparekraf mengusulkan agar produk keris ini bisa ditampilkan pada film-film nasional Indonesia, seperti Gundala dan Gatot Kaca.
“Karena Kemenparekraf membawahi kriya sebagai subsektor ekonomi kreatif. Jadi kita akan membumikan keris ini supaya kalangan milenial juga tertarik dengan keris. Mudah-mudahan nanti programnya dapat dikemas dalam bentuk yang lebih minimalis, agar bisa dibawa dan dijadikan sovenir,” kata Menparekraf./ JOURNEY OF INDONESIA