MAGELANG – Festival TRIDAYA Mandala Borobudur 2025 resmi dimulai dengan nuansa yang mendalam dan menyentuh hati. Taman Lumbini di kawasan Candi Borobudur menjadi saksi pembukaan festival yang diawali dengan Sarasehan Spiritual Jiwa Borobudur—sebuah forum reflektif lintas iman yang menyedot perhatian publik dan menjadi denyut spiritual awal gelaran budaya ini.
Mengangkat tema Spiritual Jiwa Borobudur, sarasehan ini berlangsung dalam suasana hening dan menyatu, menghadirkan tokoh-tokoh lintas keyakinan seperti Ustaz M. Yaser Arafat, Romo Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno, Guido Schwarze, dan Ki Radyo Harsono. Dipandu oleh Edi Wibowo, diskusi tersebut menjadi wadah pemersatu nilai-nilai luhur yang terinspirasi dari Borobudur sebagai simbol spiritualitas universal.
Para pembicara menekankan pentingnya menjadikan spiritualitas sebagai energi sosial yang memperkuat etika kemanusiaan dan kebhinekaan. Dalam konteks modern yang penuh gejolak nilai, Borobudur dinilai mampu menjadi sumber moral dan inspirasi lintas agama yang merawat harmoni bangsa.
Kegiatan ini menjadi lebih dari sekadar diskusi—ia adalah ruang perjumpaan batin, sebuah panggilan untuk kembali menggali jiwa bangsa. Pesan spiritual yang muncul tak hanya relevan dalam ranah keagamaan, tetapi juga menyentuh persoalan-persoalan nyata seperti menurunnya etika publik, hilangnya kearifan lokal, dan krisis kemanusiaan.

Tidak hanya fokus pada spiritualitas, Festival TRIDAYA 2025 juga merangkul kepedulian terhadap lingkungan. Di hari pertama, puluhan relawan dan komunitas lokal ikut serta dalam aksi Sambang Urip: Bumi Sambhara, berupa kegiatan bersih-bersih sungai dan penanaman pohon di sekitar kawasan Borobudur. Sebuah workshop kreatif tentang daur ulang sampah plastik juga turut digelar, mengajak masyarakat untuk mengubah limbah menjadi karya yang bermanfaat.
Festival yang akan berlangsung hingga 25 Juni ini menyuguhkan beragam agenda budaya yang mencerminkan semangat kolaboratif dan inklusif. Mulai dari peragaan busana batik Borobudur, kompetisi kopi tradisional, pameran UMKM, hingga pertunjukan sendratari yang mengangkat nilai-nilai peradaban klasik Borobudur.
Diselenggarakan secara mandiri oleh Mahajava Aksata dan Commvnal Coffee, Festival TRIDAYA menjadi ruang persinggungan antara budaya, spiritualitas, dan ekologi. Ribuan peserta dari Jakarta, Bali, Lombok, Danau Toba, hingga Labuan Bajo turut meramaikan festival ini—sebuah wujud nyata dari keberagaman Indonesia yang menyatu dalam semangat Tridaya: spiritual, budaya, dan lingkungan.
Borobudur bukan sekadar destinasi wisata, melainkan titik temu jiwa Nusantara yang ingin menyala kembali. Melalui Festival TRIDAYA Mandala Borobudur 2025, Indonesia kembali diingatkan bahwa kekuatan bangsa ini bukan hanya pada kekayaan alam dan budaya, tetapi juga pada kekuatan batin yang menjunjung kebajikan dan persatuan./ JOURNEY OF INDONESIA | Denny Nathanael Pohan