JAKARTA – Sutradara kenamaan Indonesia, Mouly Surya, kembali hadir dengan karya terbarunya berjudul “Perang Kota”, sebuah film drama sejarah berlatar tahun 1946 yang mengangkat kisah cinta segitiga penuh gejolak di tengah kota Jakarta yang porak-poranda setelah kemerdekaan. Diadaptasi dari novel klasik Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis, film ini menyuguhkan perpaduan emosi, konflik batin, serta perjuangan melawan penjajahan dengan pendekatan sinematik yang kuat dan segar.
Film ini menggambarkan kehidupan Jakarta setahun setelah Indonesia merdeka, ketika Belanda, melalui Sekutu, berusaha kembali merebut kekuasaan. Di tengah pertempuran dan krisis, kita diajak menyelami kehidupan Isa (diperankan oleh Chicco Jerikho), seorang pejuang yang menghadapi trauma berat; Fatimah (Ariel Tatum), istrinya yang kesepian; dan Hazil (Jerome Kurnia), pemuda idealis yang menjadi pelarian batin Fatimah.
Konflik dalam “Perang Kota” tak hanya terjadi di medan pertempuran, tetapi juga di ruang-ruang pribadi yang rapuh: rumah tangga, relasi, dan jiwa manusia yang tengah mencari arti dan pegangan hidup.
Mouly Surya sengaja memilih latar gang-gang sempit kota Jakarta untuk menunjukkan bahwa perjuangan bukan hanya terjadi di jalan besar, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari rakyat biasa. Dengan menggunakan rasio layar 4:3, film ini menciptakan kesan klasik yang intim, memperkuat kedekatan emosional antara penonton dan karakter.
Sinematografi garapan Roy Lolang yang telah beberapa kali dinominasikan di FFI menghadirkan kontras visual yang unik: Jakarta tahun 1940-an digambarkan sebagai kota penuh warna sekaligus suram—menampilkan atmosfer kacau yang hidup namun penuh harap.
“Perang Kota” merupakan proyek kolaboratif lintas negara antara Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja. Diproduksi oleh Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures, film ini juga didukung oleh studio-studio ternama dunia seperti Giraffe Pictures, Volya Films, dan Shasha & Co.
Film ini menggunakan teknologi audio Dolby Atmos untuk memberikan pengalaman menonton yang imersif, dengan tata suara dikerjakan oleh Vincent Villa di Kamboja dan desain suara foley oleh Yellow Cab Studio di Paris—studio yang juga terlibat dalam film-film pemenang Oscar seperti Fight Club dan Emilia Perez.

Karakter Isa digambarkan sebagai pria flamboyan yang tengah bergulat dengan ketidakberdayaan di ranjang dan tekanan sebagai pejuang. Sementara Fatimah hadir sebagai representasi perempuan tangguh yang tak hanya menghadapi konflik rumah tangga, tetapi juga tekanan sosial sebagai ibu rumah tangga pada masa itu. “Fatimah bukan antagonis,” kata Ariel Tatum. “
Ia adalah perempuan kuat yang mencoba bertahan di tengah perang, dan Mouly menampilkan sosok perempuan yang kompleks serta relevan hingga hari ini,” ungkapnya.
Melalui tema cinta di masa perang, krisis identitas, hingga isu gender, “Perang Kota” menawarkan nuansa baru dalam sinema Indonesia. Para produser menekankan bahwa film ini merupakan bentuk komitmen untuk mendukung eksplorasi cerita yang mendalam, berani, dan jarang diangkat oleh sineas Indonesia.
“Film ini membuka jalan baru bagi perfilman kita,” kata Chand Parwez Servia dari Starvision. “Kami percaya bahwa eksplorasi seperti ini akan memperkaya ragam cerita dan memberikan warna baru bagi industri film nasional”, tutupnya./ JOURNEY OF INDONESIA | Denny Natanael Pohan