Memiliki lokasi di tengah lingkaran ‘penguasa’ pariwisata yakni Kabupaten Banyuwangi dan Malang Raya, menjadikan Kabupaten Jember harus bekerja keras untuk mengembangkan dan berkompetisi di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif.
Kabupaten ini harus cerdik membaca situasi, dan diperlukan tatakelola dan strategi jitu agar mampu bersaing dengan kabupaten lain yang mengitari Jember. Terlebih lagi, Jember memiliki pekerjaan rumah berupa infrastruktur yang berat. Padahal, infrastruktur menjadi moda utama bagi wisatawan mau melenggang ke daerah ini.
Adalah fakta, untuk menyambangi Jember wisatawan harus transit terlebih dahulu di kota Surabaya, baik yang menggunakan pesawat maupun moda kereta api. Setelah itu, wisatawan harus melanjutkan perjalanan sekitar 3-4 jam lagi.
Bupati Jember, Ir. H. Hendy Siswanto, ST, IPU, menyampaikan Jember dalam membangun pariwisata menggunakan filosofi makan bubur ayam. Jika yang mafhum makan bubur ayam pasti tahu cara dan setrateginya. Agar makan bubur ayam tetap nikmat dan tidak terkontaminasi rasa panas disarankan memakannya dari pinggir. Karena sudah tidak panas. Sehingga tetap enak hingga suapan terakhir.
“Jember letaknya di tengah di antara Lumajang, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo dan Banyuwangi. Dari masing-masing daerah pinggiran Jember ini akan saya colek 5 persen saja jumlah penduduknya untuk mampir ke Jember. Karena 90 persen beberapa daerah tersebut melalui Jember,” ungkapnya ketika menjamu 25 media yang diboyong Himpunan Anak Media (HAM) di Pendopo Wahyawibawagraha, Selasa Malam (22/11/2022) pekan silam.
Hendy menambahkan bahwa jumlah penduduk Jember adalah 2,6 juta, jika ditambah 5 persen dari masing-masing jumlah penduduk kabupaten sekitar, maka Jember memiliki 5 juta penduduk. Dan ini pangsa pasar yang besar untuk dikelola dan potensi daya belinya pun besar.
Masih memakai filosofi makan bubur ayam, Hendy menjelaskan, jika ia langsung ‘jualan’ membangun obyek wisata pasti berisiko tinggi. Pandemi Covid-19 harus diakui menurunkan orang untuk berwisata, selain itu akan terjadi jarak untuk membangunnya. “Untuk itu, selama pandemi Covid-19, infrastruktur kita genjot. Karena ini urat nadi sekalgus modal utama untuk wisatawan datang secara nyaman ke Jember. Terutama dari daerah pinggiran yang berbatasan dengan Jember,” jelasnya.
Setelah 20 bulan menjabat sebagai Bupati Covid-19, dalam delapan bulan terakhir Jember telah membangun 1.200 KM berikut 30 ribu unit lampu untuk penerangannya. “Jalan rusak di Jember mencapai 1.900 KM masih ada 700 KM lagi yang akan kita gaspol. Bagi warga Jember mungkin ini tidak ada nilainya. Tapi, bagi orang lain (di luar Jember) ini bak bius. Mereka secara tidak sadar merasakan jalan yang enak, dan lebih memilih ke Jember daripada ke pusat kota mereka masing-masing yang jauh,” ujarnya.
Setelah mereka ‘terbius’ dengan kenyamanan dan kemudahan akses, secara perlahan dan halus Jember mulai ‘menebar jala’ dengan menggelar event agar berduyun-duyun datang dan bertransaksi di Jember. “Setelah larangan menggelar event diperlonggar, Jember langsung mendatangkan Tulus untuk konser di Jember. Event disubsidi APBD, harga tiket dapat dijual murah, sponsorship pun masuk semua, masyarakat disekitaran Jember pun berdatangan,” urai Bupati Hendy.
Paham akan masalah akses wisata, Jember pun berencana awal tahun 2023 akan kembali menghidupkan bandara yang 20 tahun terakhir tertidur pulas. Ini pun bukan perkara mudah bagi daerah yang ternyata juga memiliki 18 hole lapangan golf ini.
Secara runway, bandara Jember memiliki landas pacu sepanjang 1,6 KM, artinya hanya dapat didarati oleh pesawat ATR. Agar Boeing dapat melandas, Jember harus menambah lagi landasan pacu dan sedang bernegosiasi dengan pihak PTPN 12 sebagai pemilik lahan.
“Pada 1 Januari tahun 2023 mendatang, bertepatan dengan ulang tahun Jember, kami akan carter pesawat ATR jenis Caravan 208B dari Prime Air selama setahun kedepan agar Bandara kembali berfungsi sekaligus membuktikan bahwasannya Jember memiliki load factor agar selanjutnya dapat menjadi penerbangan regular,” paparnya.
Bupati Hendy menegaskan, Jember sebenarnya pemintanya banyak. Jadwal penerbangannya akan ada 2 kali dalam sehari, dengan rute Jember – Surabaya jam 6 pagi, Surabaya – Jember jam 7 pagi, kemudian sorenya Jember – Surabaya pada jam 16.00 dan Surabaya – Jember jam 17.00.
“Pesawat ATR ini dapat ditumpangi 9 orang, dan selama setahun Jember mensubsidi sampai 50 persen, dengan harga tiket Rp650 ribu. Jika sudah ini kejadiannya, Jember sudah wayahe makan ‘bubur ayam’ langsung dari tengah. Artinya sudah saatnya pariwisata Jember melaju lepas landas kembali,” pungkasnya/ JOURNEY OF INDONESIA