JAKARTA – Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI melakukan rapat bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI pada Selasa (29/8/2023) dan Rabu (30/8/2023). Rapat-rapat yang dilakukan BAKN terkait dengan Penelaahan BAKN atas Laporan BPK tentang Pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN.
Wakil ketua BAKN, Anis Byarwati, menghadiri rapat ini dan menyampaikan beberapa catatan dan pandangannya. Anis memulai catatannya dengan mengungkapkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar NRI yang mengingatkan tentang sistem yang dipilih oleh para pendiri bangsa tentang ekonomi Indonesia. Tiga pilar perekonomian bangsa yang disebutkan dalam UUD adalah koperasi, BUMN dan swasta. “Kita melihat para pendiri bangsa sudah memikirkan jauh ke depan bahwa ekonomi Indonesia harus seperti apa.
Mereka menegaskan bahwa negara melalui pemerintah perlu memiliki badan usaha selain pihak swasta dan koperasi yang terlibat dalam pembangunan dibidang ekonomi. Pemerintah diharapkan memiliki instrumen untuk mengarahkan perekonomian yang menguasai hajat orang banyak dengan memiliki badan usaha. Karena namanya badan usaha, seperti badan usaha pada umumnya tentu harus menghasilkan profit. Oleh sebab itu, UU tentang BUMN mencantumkan tujuan pendirian BUMN adalah mengejar keuntungan atau menghasilkan keuntungan,” papar Anis.
Anis menyoroti data yang merupakan hasil kajian yang dilakukan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tahun 2021, bahwa dari ratusan BUMN yang dimiliki negara, tidak lebih dari 10 BUMN yang memberikan keuntungan bagi negara. Dan dari 10 BUMN itu hanya 4 BUMN yang memberikan keuntungan secara signifikan kepada negara. “Hal ini menunjukkan, selama masa berdirinya hingga sekarang tujuan didirikannya BUMN sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa, belum tercapai,” tambahnya.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menegaskan bahwa hal ini harus menjadi evaluasi besar untuk semua. Menurutnya, pengelolaan BUMN harus dikembalikan kepada semangat yang dimiliki oleh para pendiri bangsa yang meyakini pentingnya negara memiliki badan usaha. “Tentu saja karena BUMN milik negara, maka harus dikelola dengan semangat untuk memberikan kontribusi yang besar bagi negara. Agar negara memiliki pendapatan lebih besar untuk bisa mensejahterakan rakyatnya. Jadi sebagai alat dari negara, BUMN bisa diberikan penugasan,” tandas Anis Byarwati.
Anis menambahkan bahwa pemerintah selama ini sudah memberikan dorongan kepada BUMN dengan memberikan PMN. Namun, PMN bukan satu-satunya solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi BUMN. Ia mengambil contoh Perum Bulog yang memiliki utang sangat besar. Untuk pembayaran bunganya saja, Bulog harus mengeluarkan dana 120 Milyar per bulan untuk kredit perbankan. Padahal Bulog menguasai hajat hidup orang banyak dan berperan dalam ketahanan pangan.
Anis menegaskan bahwa seharusnya, pemerintah tidak hanya mengklasterisasi BUMN, akan tetapi juga harus melihat perjalanan BUMN tersebut apakah layak atau tidak mendapatkan PMN.
Terhadap hal tersebut, Anis menyarankan agar dilakukan pembahasan serius lintas Kementerian khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN mengenai PMN dan BUMN penerimanya. Kedua kementerian harus fokus melakukan pengawasan dan evaluasi pada penggunaan PMN dan bagaimana ia memiliki multif flyer effect. Sehingga BUMN penerima PMN tidak selalu harus sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga PMN tidak dimaknai sebagai sesuatu yang rutin bagi BUMN, yang mungkin tahun berikutnya tidak mendapatkan PMN.
“Bagaimanapun PMN itu diambil dari APBN. Dan kita tahu sulitnya mengumpulkan pendapatan negara, apalagi jika pajak naik terus,” ingatnya./ JOURNEY OF INDONESIA